Kamis, 30 April 2009

Dilahirkan untuk Dilepaskan, Dinikahi untuk Disatukan

SS Hidup ini sudah ada aturannya. Jangan dibalik-balik! Tanpa sadar sering kita melihat hubungan kita dengan anak lebih erat dari hubungan dengan suami, atau istri. Emosi kita seolah-olah berkata, "Anak itu lahir dari kita, sedangkan suami atau istri itu kan asalnya orang lain" Pernyataan ini benar. Tetapi ini baru awalnya.

Dengan hadirnya seorang anak, seolah-olah sudah jadi kewajiban, orang tua memusatkan semua waktu dan perhatiannya kepada anak dan karier (sumber rejeki - untuk anak). Kebutuhan hubungan antara suami dan istri sementara "dikesampingkan". Ketika anak mulai dewasa dan mau melepaskan diri dari kita, kita menjadi sedih bahkan sakit hati. Dan tidak jarang ketika mereka benar-benar menikah dan meninggalkan rumah, rumah tangga kita jadi kosong, seolah-olah kehidupan kita ikut terbawa mereka pergi. Sedangkan hubungan suami istri yang kita biarkan tak terpelihara sudah lama mati tanpa kita sadari karena tertutup kesibukan mengurus anak.

Suami dan istri disatukan dalam pernikahan yang permanen. Dari orang asing tapi sudah mengalami proses "merger" atau "fusion" menjadi satu kesatuan dan kemitraan. Masa berlakunya seumur hidup. Apapun yang kita alami tidak akan kita ijinkan untuk menjadi pemecah kesatuan ini. Dan kalau mungkin segala kesalahan dan konflik cepat kita bereskan supaya tidak merongrong keutuhan relasi istimewa ini. Tidak boleh ada yang mengganggu, bahkan anak sekalipun. Sebaliknya kemitraan yang terus diperdalam ini yang akan menjadi sumber energi kita bersama untuk membesarkan anak-anak bersama.

Anak yang kita lahirkan, suatu waktu harus kita lepaskan. Jadi dari kecil kita melatih mereka untuk mandiri. Makan sendiri, mandi sendiri, belajar sendiri dan pergi tanpa kita temani. Sesuai dengan perkembangan umur mereka, mereka akan mulai menunjukkan "gejala" menjauhi kita atau tidak membutuhkan kita. Ini normal, karena sudah menjadi bagian dari proses menjadi mandiri. Bukankah itu yang kita ingini. Kenapa sakit hati? Bukannya malah harus bergembira karena upaya kita mendewasakan mereka mulai berhasil.

Jangan sampai anak kita lahirkan untuk tidak kita lepaskan. Sedangkan suami atau istri kita biarkan terlepas. Coba renungkan dan teliti hidup Anda.

Jumat, 17 April 2009

Berbuat baik itu tergantung MOTIVASI-nya

MJ Saya masih ingat ketika masih dalam fase pendekatan dengan seorang gadis (yang sekarang jadi istri saya). Apa pun saya rela lakukan untuk mendapatkan hatinya. Tidak ada yang "sukar". Hujan, angin dan banjir saya terobos justru untuk membuktikan cinta saya. Makin sulit tantangannya makin bernafsu saya untuk mengatasinya. Apalagi waktu itu masih perlu membuktikan kalau saya lebih baik dari pria-pria lain yang juga sama-sama sedang cari peluang untuk mencuri hatinya.

Coba lihat petugas "CS" atau customer service, walaupun sakit kepala "nyut-nyut" masih juga senyum pada pelanggan yang di hadapinya. Kalau terima telpon masih juga manis sapaannya. Koq bisa? Bahkan dia melakukan semua itu tanpa harapan untuk dibalas dengan kebaikan juga oleh orang yang dilayaninya. Tentu imbalannya dari atasannya yang memberikan gaji yang pantas. Tapi kalau tiba di rumah, belum tentu sikap ini masih berlaku. Mudah-mudahan itu tidak terjadi karena yang di rumah tidak ada yang bayar.

Saya hanya belajar bahwa untuk berbuat baik itu tidak sulit asal ada MOTIVASInya. Sering kita tidak punya MOTIVASI untuk berbuat baik karena merasa tidak ada imbalannya.

Kalau perbuatan baik kita hanya untuk imbalan, maka perbuatan itu "tidak cukup baik". Dan lagi setiap perbuatan baik kita dicatat oleh Pencipta kita. Dia pasti tidak membiarkan segala yang baik dari kita berlalu begitu saja tanpa perhatian-Nya. Semoga ini jadi MOTIVASI kita untuk berbuat baik.

Kamis, 16 April 2009

Apa susahnya menyenangkan SATU orang seumur hidup?

SS/praN"Susah sekali menyenangkan banyak orang". Ya pasti susah! Setiap orang punya selera, harapan dan tuntutan yang berbeda. Tetapi siapa suruh menyenangkan semua orang?. Kalau kita hanya perlu menyenangkan SATU orang saja, apalagi diberi kesempatan untuk mencoba dan mencoba lagi selama seumur hidup, tentu akan lebih mudah. Kalaupun ada yang belum sesuai dengan keinginannya, masih ada kesempatan untuk menyesuaikan. Lalu dicoba lagi.

Kalau saja suami atau istri punya semangat untuk menyenangkan pasangan hidupnya (SATU orang saja) untuk seumur hidupnya, alangkah bahagianya pasangannya. Susah? "Kalo cuma satu orang apa susahnya?" Tapi yang buat susah kalau kita lalu bertanya, "Terus yang nyenangkan aku siapa?" Ketika kita mulai menuntut untuk disenangkan, maka kemampuan kita untuk menyenangkan orang lain akan berkurang.

Begini saja, yang menyenangkan suami adalah istri, dan yang menyenangkan hidup istri adalah suaminya. Dan ini dicoba dan diupayakan seumur hidup. Ketika kita melakukannya kita melihat kebahagiaan merekah di hidup orang yang paling dekat dengan kita. Kalaupun susah-susah sedikit, terus aja lakukan. Tidak saja membuat hidupnya lebih bermakna tetapi juga hidup kita - karena kita mau dan ikhlas membuat hidup SATU orang bahagia. Alangkah luhurnya.

Selasa, 14 April 2009

Persepsi yang terpola oleh kegagalan

MJ Saya pernah mendengar cerita bahwa gajah-gajah sirkus itu diikat oleh tali yang sebenarnya jauh lebih lemah dari kekuatan si gajah untuk memutuskannya.
Sejak kecil gajah-gajah itu diikat atau dirantai dengan rantai dan ukuran yang lebih kuat dari kekuatan gajah kecil untuk mematahkannya. Sehingga berbulan-bulan berusaha untuk lolos tidak membuahkan hasil. Akibatnya sudah dapat diduga. Gajah-gajah itu seolah-olah mengambil kesimpulan bahwa dia tidak akan pernah mampu untuk membebaskan dirinya dari ikatan itu. Dia tidak menyadari bahwa dia sekarang lebih besar dan lebih kuat. Apalagi kalau setiap hari diberi makan dan dirawat dengan baik, sehingga motivasi untuk membebaskan diri lama-lama terkikis oleh waktu. Ketika dia menjadi lebih besar dan lebih kuat, si pemilik gajah tidak perlu lagi mengikatnya dengan tali atau rantai yang terlalu besar, karena pikiran dari gajah-gajah itu sudah terpola oleh kegagalannya di masa lalu. Pikirannya yang sudah terikat oleh pengalaman massa lalunya. Oleh karena itu, berpikir untuk bisa lolos saja tidak lagi dilakukannya.

Apakah Anda kira Anda tidak akan bisa melakukan sesuatu karena pernah gagal berkali-kali. Jangan putus atas, apalagi melabel diri "sampai kapan pun aku tak akan mampu". Saya kira Anda lebih pintar dari gajah.

Senin, 13 April 2009

Mau sukses dalam pernikahan, belajar dari Bulutangkis


SS/praN Ada-ada saja. Apa hubungan pernikahan dengan bulutangkis? Memang tidak ada. Tapi ada persamaan prinsip antara pernikahan dengan main bulutangkis ganda. Kalau kita main ganda artinya kita punya pasangan main. Di bawah ini adalah pelajaran yang kita bisa pakai untuk membangun rumah tangga kita.

1. Main itu ada aturannya. Mau main bulutangkis harus pakai aturannya, harus ada garis-garisnya dan ada netnya. Coba main bulu tanggis tanpa aturan, asal pukul, mau pakai raket boleh, kalau terpaksa pakai tangan langsung juga boleh. Bola kemana pun harus dikejar dan tidak ada "out"nya. Apa asyiknya? Apa kita harus main sampai salah satu tersungkur habis nafas?

Kalau mau asyik dalam pernikahan, pakai aturan. Sepakati dulu aturan Kitab Suci untuk hal-hal yang prinsip. Seperti kalau main bulutangkis pukulnya tidak boleh rebutan. Ini prinsip kan? Tetapi kita perlu juga membuat aturan dan berbagai kesepakatan yang lebih rinci. Misalnya, siapa yang akan mencatat keuangan keluarga, siapa yang bertanggung jawab untuk menyimpan surat atau dokumen yang penting. Masakan setiap kali kita harus mengambil koin untuk dipakai mengundi. Yang menang bebas dari tanggung jawab, yang kalah wajib bekerja. Kalau sudah ada aturannya, mainnya pasti lebih enak.

Aturan ini bisa saja direvisi sewaktu-waktu. Dirembuk lagi, disesuaikan dengan kondisi yang mungkin sudah berubah. Kalau anak lahir, maka tugas-tugas istri bisa dibagi dengan suami, kalau anak sekolah, siapa yang mengantar sekolah, dst. Lalu buat kesepakatan baru.

2. Lawannya ada di seberang net. Dalam rumah tangga, masalah bisa membuat suami istri bertengkar. Seolah-olah kita saling berhadapan dan dipisahkan oleh net. Padahal "lawan" seharusnya dihadapi bersama. Masak ada pemain bulu tangkis ganda yang saling melakukan smes pada kawannya sendiri karena jengkel? Tapi kalau kita jujur, kadang-kadang ada masalah kecil yang membuat kita bertengkar dengan pasangan kita padahal dia adalah mitra kita. Mana bisa menang dengan cara begini?


3. Penonton tidak boleh ikut main. Penonton selalu di luar garis. Jangan boleh masuk ke lapangan. Runyam. Kalau kita tidak hati-hati, bisa saja kita dipengaruhi oleh pendapat orang lain tentang penikahan dan rumah tangga kita. Padahal mereka hanya penonton. Yang namanya penonton, lebih banyak komentarnya. Belum tentu mereka bisa main dengan baik, tapi kritiknya mengalahkan kolumnis berita olah raga. Sudah jangan terlalu pedulikan omongan orang. Yang penting bagaimana kita berdua saja. Kan yang "njalani" kita, kenapa orang lain ikut-ikutan. Kalau orang tua dan mertua itu termasuk penonton atau tidak? Atau di keluarga saudara mereka ikut main? Wah lapangannya jadi sempit dong. Tanpa sengaja bisa saling menjegal.

Lain hanya kalau dia pelatih kita. Mungkin kita perlu orang lain untuk mengevaluasi permainan kita. (Kalau di keluarga orang tua dan mertua tidak pada posisi sebagai pelatih kita. Mereka mantan pelatih ketika kita main tunggal- sebelum menikah) Baru kita boleh terbuka pelatih (kalau ada) supaya mereka bisa obyektif menilai kita. Kalau penonton, biar nonton aja. Mau teriak boleh, mau komentar boleh, tapi tak perlu direspons atau didengarkan


4. Kenali kekuatan dan kelemahan pasangan kita.Kalau yang kuat di smes, mainnya di belakang. Kalau yang tangannya halus main net, berdirinya di depan. Suami dan istri juga pasti ada kekuatan dan kelemahannya, kalau semua itu di atur, bisa saling mengisi. Mainnya jangan dikuasai sendiri. Mau menang sendiri atau menang-menangan? Harus ada semangat menang bersama.

5. Selalu memberikan semangat. Kalau luput mengembalikan smes, jangan malah diejek, dicibir dan di"bodoh-bodoh"kan. Dia bukan musuhmu, tapi pasanganmu. Kalah-menangmu tergantung dari dia. Coba di semangati, dipuji, diberi kata-kata yang menghibur, dimaafkan, diberi senyuman, tambah semangat mainnya.

6. Temukan sendiri. Kan Anda sudah tahu maksudnya.
Selamat bermain. Coba berusaha. Semoga menang bersama.